HUKUM & HAM

Diduga Melakukan Penyerobotan Tanah, Seorang Oknum Mayor TNI AU Disomasi Oleh Kuasa Hukum Ahli Waris

KOTA BEKASI, suaraindependentnews.id – Seorang oknum Perwira menengah Angkatan Udara berpangkat Mayor, yang Bernama Arif Fahrudin S.PD, disomasi oleh HBS & Partners Law Office selaku kuasa hukum dari keluarga ahli waris Sudrajat Saiman.

Hal tersebut dilakukan, karena Sudrajat Saiman merasa tanah waris miliknya diserobot oleh oknum Mayor TNI AU tersebut. Sehingga Sudrajat Saiman ingin mempertahankan serta memperjuangkan tanah waris miliknya dengan menempuh jalur hukum.

Dalam surat somasi tersebut menyatakan, bahwa tanah yang dikuasai oleh Arif Fahrudin saat ini dengan alasan sudah dibeli yang beralamat di Kampung Sawah No. 2, RT 004/002, Kelurahan Jatimurni Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, saat ini sedang dalam pengawasan dan penguasaan kantor hukum HBS & PARTNERS LAW OFFICE berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 20 Juli 2021.

Sudrajat Saiman melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa tanah tersebut adalah miliknya, yaitu berdasarkan bukti-bukti sebagai berikut :
1. Surat Keterangan Jual Beli Nomor 24, tertanggal 10 November 1957 bdari Martin Esem ke Hasael Saiman
2. Surat Keterangan Warisan Almarhum Hasael Saiman tertanggal 24 April 1992
3. Akta pemisahan dan pembagian Nomor 1749/APB/HTS/HJ/Via/V/1992
4. Letter C. No. 1271. Persil. No. 19
5. Daftar Iuran Pembangunan Daerah, Buku-C

Heru Budhi Sutrisno, SH., MH., selaku ketua Tim Kuasa Hukum menuturkan, bahwa kliennya tidak pernah bertemu untuk melakukan transaksi jual beli seperti apa yang di klaim oleh Dzulkarnain Latif, dan diperkuat dengan surat kliennya yang diketahui oleh Camat Pondok Gede, yang menerangkan bahwa kliennya hanya melakukan jual beli 1 kali saja dan hanya seluas 300 meter persegi, itupun hanya dengan H. Jari.

Dan tanah tersebut, yang saat ini di akui oleh Dzulkarnain Latif dengan alas hak tersebut diatas saat ini sedang dalam proses penyidikan di Polresta Bekasi Kota dan perkara perdata masih dinyatakan N.O sehingga tanah tersebut masih dinyatakan status quo.

Kuasa Hukum Saiman Sudrajat yang terdiri dari Heru Budhi Sutrisno, SH., MH., Dalili, SH., MH., Jericho Mandahari, SH., Josefat Reinhard, SH., dalam surat somasinya, menuliskan bahwa Arif Fahrudin menyatakan telah membeli tanah tersebut seluas lebih dari 2000 meter persegi, dan sebagai pembeli adalah peryataan yang tidak beritikad baik, mengingat harga NJOP tanah tersebut senilai Rp. 2. 640. 000, sementara Arif Fahrudin membelinya dengan harga senilai Rp. 500. 000. 000, sehingga mereka menyimpulkan harga tersebut adalah harga yang tidak wajar. Dan Arif Fahrudin dinyatakan membeli tanah yang sedang bersengketa.

Selain itu, Tim Kuasa Hukum menyatakan bahwa Arif Fahrudin dengan serta merta memasuki tanah tersebut yang dimana tanah tersebut dikuasai oleh kliennya sejak dari tahun 1957, bahkan Arif Fahrudin dinyatakan masuk dengan cara brutal serta ilegal, juga berargumentasi putusan perdata telah dimenangkan pihak lawan kliennya, kemudian Arif Fahrudin memasuki lahan tersebut pada tanggal 2 Februari 2022 tanpa mekanisme pengadilan serta prosedur hukum yang jelas, dan ketika Arif Fahrudin menempati tempat tersebut, tidak ada izin maupun pemberitahuan kepada pihaknya serta pemilik tanah itu.

Dan bahwa kliennya meminta dokumen yang menyatakan putusan sudah dimenangkan oleh lawan, semetara Arif Fahrudin tidak bisa menunjukan dokumen tersebut.

Dalam surat somasi itu tertulis bahwa jelas apa dilakukan oleh Arif Fahrudin secara terang telah diduga melanggar hukum, melakukan penyerobotan, masuk keranah perdata, serta sudah tentu sangat merugikan kliennya baik secara materil maupun imateril.

Maka dari itu, Tim Kuasa Hukum Sudrajat Saiman menuntut Arif Fahrudin untuk sesegera mungkin keluar dari tanah tersebut serta menghancurkan bangunan yang dibangun diatas tanah tanpa izin kliennya, dalam jangka waktu 3 x 24 jam setelah surat somasinya diterima serta dapat bertemu dengan mereka selaku tim kuasa hukum, atau bangunan yang Arif Fahrudin dirikan tanpa izin itu akan dibongkar secara paksa.

Dan jika, pihak Arif Fahrudin tidak mengindahkan somasi itu, maka pihaknya akan segera mengambil upaya hukum, baik dalam bentuk pidana maupun perdata, dan hukum militer serta upaya hukum lain yang dianggap perlu, guna untuk melindungi kepentingan hukum kliennya.

“Saya selaku ketua Tim Kuasa Hukum, apa yang diunggah oleh rekan saya pada Facebook itu, itu kita hanya memberikan segelintir fakta, bahwa apakah betul dengan cara seseorang yang sudah berpangkat perwira menengah, kemudian mengaku membeli tanah, sementara tanah diketahui sedang dalam sengketa, apakah itu dibetulkan?”, ucap Heru Budhi Sutrisno, Rabu (30/3/2022).

“Kemudian, pada saat saya sebagai lawyer dari klien saya datang dan menerangkan terhadap oknum TNI itu, apakah memang seorang oknum TNI yang berpangkat mayor ini seperti demikian cara menghadapinya? Menolak dan itu bukan urusan saya, itu salah satu bukti apakah ini pantas dilakukan olehnya?, kedua, keberadaan dari pamen Auri ini di tanah sengketa sebagai apa?, apalagi dia menyatakan bahwa dia beli. Loh tanah sengketa kok dibeli?”, ujar Heru.

Heru menjelaskan, Selain itu, pihaknya melihat surat-surat tanah sengketa itu, bukti pembelian dari pemilik terdahulu yang bernama Martin, dibeli oleh orangtua dari Hasael Saiman, kebetulan Hasael Saiman memiliki 4 orang anak, diantaranya adalah Ajat Hasael, kemudian ada juga Giriknya, ada juga pembayaran SPPT sampai tahun 1997.

“Lalu dia menempati tanah tersebut dari tahun 1987, secara tiba-tiba pada tahun 2020, ada orang yang datang mengakui bahwa ini tanah dia, siapa yang melakukan penyerobotan kalau demikian?, kalau dia mau beli, itu yang namanya Ajat Hasael dan Ibu Suharti tinggal disitu dari tahun 1987, kalau dia beli masa gak tanya dulu?, kok langsung beli?”, tegasnya.

Heru menambahkan, pihaknya juga sudah mempelajari bukti AJB dari pihak lawan atau pihak Dzulkarnain Latif. Heru mengaku pernah melihat AJB dari phak lawan, dan menurutnya AJB yang dimiliki oleh pihak lawan tidak benar atau bisa dibilang diragukan keabsahannya.

“Saya melihat fotocopy AJB nya, gak bener kok riwayatnya, ada tanggal yang dalam satu hari terjadi seolah-olah ada pembagian harta waris, hari itu juga ada, ada akte jual beli ditanggal yang sama, ada nomor yang berbeda, ada luas tanah yang berbeda”, kata Heru.

“Dari situlah kami sedang memperjuangkan, apa yang menurut klien kami tanah itu adalah haknya, dan kita sudah konfirmasi ke kepolisian juga, dalam hal ini penyidik yang ada di Polresta Bekasi Kota juga sedang mendalami, mungkin dalam waktu dekat akan ada kepastian bahwa akan segera dilanjutkan sidik atau dihentikan penyidikannya”, kata Heru.

Pihak kuasa hukum Sudrajat Saiman itu mengatakan bahwa tanah tersebut memang masih sengketa, dan putusan perdata menyatakan N.O, yang berarti tidak ada pihak yang dimenangkan dan tidak ada yang dikalahkan. Namun, sangat disayangkan, seorang oknum anggota TNI AU yang berpangkat Mayor Arif Fahrudin, yang tidak ada dalam sengketa itu, mengklaim bahwa tanah itu sudah vonis dimenangkan dan Incrach.

“Dan kita sudah memberikan surat somasi yang kami tembuskan ke Panglima TNI, KASAU, DANDENPOM PUSAURI, POLRES, Camat sampai ke tingkat RW”, pungkas Heru.

Jericho Mandahari, SH, selaku salah satu anggota Tim kuasa Hukum Sauiman Sudrajat mengungkapkan, mengenai perkara tersebut, kliennya memang menempati tanah itu sejak 1987, hanya saja, orangtua atau ayah dari ahli waris sudah menempati tanah itu sejak 1957. Karena keterangan jual belinya pada tahun 1957, jadi dokumen-dokumen aslinya masih ada pada ahli waris yaitu Sudrajat Saiman.

“Hanya tiba-tiba pada tahun 2020 dimunculkanlah AJB dan SHM, dan menyatakan bahwa tanah ini sudah dijual belikan, padahal pak Sudrajat ini tidak pernah melakukan transaksi jual beli. Namun, produk SHM dan AJB yang dikatakan sudah dibeli dari pak Sudrajat itu terbitan tahun 1992, jadi dibikinkan 2020, jadi disini ada keganjalan”, papar Jericho.

Kemudian, Jericho menambahkan, dikuasai tanah ini sampai dengan 1 Februari 2022, pada tanggal 2 Februari oknum Mayor TNI AU ini tiba-tiba memaksa untuk menempati tanah itu, tanpa memakai mekanisme pengadilan. Disitu kan sudah pelanggaran dan diduga melakukan penyerobotan, dimana tanah tersebut masih dalam sengketa, jadi dalam perdatanya, hakim mengatakan bahwa masih ada upaya yang harus diselesaikan. Dan dalam pembuatan SHM itu layak dipertanyakan apakah sudah benar atau tidak?.

“Putusan tidak ada yang dimenangkan, bicara SHM/Akta otentik oke oknum TNI AU itu sudah SHM/akta otentik tapi bukan berarti yang benar, banyak SHM yang ada didapatkan dengan cara yang tidak benar, contoh kasus Nirina Zubir sudah SHM/Akta otentik tapi SHM/Akta otentik itu didapatkannya dengan cara yang tidak benar”, jelas Jericho.

“Jadi sudah salah besar jika Oknum TNI AU ini menyerobot dan memaksa menempati yang dimana tanah itu belum pernah dijual oleh pak Sudrajat, dan memaksa membangun ditempat itu, padahal tanah itu masih berperkara. Jelas itu bukan Tupoksi dan ranahnya sebagai anggota TNI”, tutup Jericho.

Sudrajat Saiman pun mengakui bahwa dirinya masih memiliki dokumen asli dari tanah tersebut, dan dirinya tidak menjual belikan, hanya dirinya mengakui pernah menjual tanah yang 300 meter persegi itu. (Tim, Editor by [email protected]).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button