HUT

MENAUK GAJI GURU,MENIMBANG GAJI PNS

Oleh ArifulHaq A, S.Pd., M.Hum.

MEDAN,SUARA INDEPENDENTNEWS.ID
Di negeri ini, guru adalah salah satu profesi yang menarik untuk dibahas dan sekaligus tiada henti menjadi “sorotan” baik karena keberhasilannya memanusiakan manusia maupun karena kelalaiannya dalam bertindak.
Secara kenegaraan, profesi guru telah diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Selain itu juga ditegaskan di dalam Undang-Undang RI No 14 Tahun 2005 BAB 3 Pasal 7, disebutkan bahwa Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan panggilan jiwa,memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas secara profesional;dan memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas profesionalitas guru.

Dengan demikian di dalam UU ini dengan jelas disebutkan bahwa predikat guru adalah sosok penting dalam dunia pendidikan dan dihargai sebagai profesi yang bertanggungjawab dan professional.Benarkah?
Adalah sebuah fenomena yang unik justeru terjadi di seantero negeri.Dalam bidang penghasilan dan kesejahteraan yang diterima,profesi guru mendapat perlakuan yang tidak adil.Dalam menjalankan tanggungjawab dan kehidupannya guru yang berembel-embel ASN tidaklah begitu berat,akan tetapi guru yang non-ASN memiliki segudang cerita untuk diselesaikan oleh pemerintah secara adil.
Sekilas riak-riak guru bisa disaksikan baik secara langsung maupun melalui media yang dengan ikhlas menyampaikan ke publik.Ya,terpaksa melakukan demo di instansi pemerintah untuk menyampaikan tuntutan agar diberi keadilan. Akan tetapi tuntuan para guru ini masih belum maksimal mencapai hasil malah nyaris hilang bak diterpa angin. Apa karena dilakukan secara damai ?
Berkenaan dengan penghasilan dan kesejahteraan guru,pemerintah dalam hal ini mulai pejabat di tingkat pusat hingga daerah memiliki “gaya” yang berbeda dalam menyikapinya. Ada yang kalem,berapi-api,masa bodo,dan lebih ironis lagi “menolak” semua tuntutan para guru dengan alasan “anggaran kosong”.

Meskipun tuntutan para guru belum direspon dengan sepenuh hati, para guru tetap bertahan untuk mencerdaskan anak bangsa.Mereka menjalankan profesinya dengan sepenuh hati tanpa keraguan di dalam dadanya.Mereka menjadi guru karena kesadaran panggilan mulia hati nurani yang paling dalam.Fakta menunjukkan bahwa penghasilan guru masih jauh di bawah standar Upah Minimum yang ditetapkan pemerintah. Ada yang berpenghasilan Rp.150 ribu, Rp.300 ribu dan seterusnya bahkan ada juga yang tak digaji. Ya, tak digaji ! Bagaimana dengan profesi ASN yang bergaji puluhan juta setiap bulan? Pada saat gaji guru dipersoalkan, gaji ASN yang di kantor adem-adem saja.Apakah ini sebuah keadilan ?

Secara logika “manusia” bahwa bertahan hidup dengan gaji 150 ribu bahkan tanpa digaji adalah hal yang tak bisa diterima akal.Tapi itulah yang terjadi di tengah hiruk pikuk pencitraan orang-orang yang gila kedudukan dan jabatan di negeri ini seolah persoalan guru dan kesejahteraanya “bukan urusan gue”. Hal ini ditandai dengan mendekati masa pilkada begitu banyak janji yang ditaburkan kepada para guru.Karena dari segi jumlah, para guru dan keluarganya memiliki suara penentu dalam setiap pemilihan umum.
Lalu, bagaimana dengan profesi lain para ASN yang bergaji berlipat-lipat di atas UMR setiap bulan? Apakah ini sebuah keadilan ? Toh, sebanyak apapun pertanyaan ditujukan dengan perbandingan gaji guru dengan non-guru saat ini tak ada hasilnya, seperti melempar langit saja.Tak kunjung sampai !

Antara Profesionalisme Dan Tuntutan Hidup
Sebagai guru profesional, seorang guru memiliki tanggungjawab keilmuan tertentu secara mendalam yang diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kemampuan seorang guru yang profesional ditandai dengan terpenuhinya empat kompetensi;
profesional,pedagogik,kepribadian dan sosial (UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen).
Lalu,bagaimana posisi guru terhadap tuntutan kesejahteraan di tengah persaingan hidup yang semakin ketat? Pada point inilah seorang guru profesional yang telah dibekali dengan keilmuan diuji apakah sanggup bertahan sebagai seorang guru atau beralih profesi baik dibayar ala ASN, honorer atau bahkan hanya dengan “thankyou” saja.
Gempuran tuntutan hidup akan terus mendera para guru yang tidak kuat.Guru yang kreatif dan inovatif biasanya tak mengalah dengan keadaan. Tapi kelompok yang masuk kategori ini sangatlah sedikit, tidak sebanding dengan jumlah guru yang sebenarnya. Apatah lagi perhatian dan dukungan yang tidak serius dari pihak berwenang sungguh tidak signifikan dalam menuntaskan masalah yang dialami para guru dari tahun ke tahun.
Data di Kementerian Pendidikan Nasional menunjukkan bahwa beberapa solusi yang telah dilakukan pemerintah untuk mendinginkan persoalan guru ini,seperti;Pembukaan Seleksi CPNS,Status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K),Tunjangan Profesi Guru (TPG) untuk ASN dan non-ASN yang memenuhi syarat,Bantuan Subsidi Upah untuk Pendidik dan Tenaga Kependidikan non-ASN.
Meskipun usaha di atas telah dilakukan secara periodik,namun hingga kini persoalan guru semakin ruwet alias mengalami carut marut.Otonomi pendidikan hanya kamuflase saja bak pemanis kata belaka.Keputusan kebijakan tetap dikendalikan pusat.Dalam birokrasi pemerintahan,adanya dikotomi guru negeri dan swasta semakin memperparah situasi yang menyelimuti mental para guru.Belum lagi kewajiban / tuntutan dan tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka semakin mendera dalam keterpurukan untuk berfikir secara rutin bagaimana dan dengan apa mencerdaskan anak-anak didik esok harinya.

Kesimpulan
Melihat dan membandingkan gaji guru dengan ASN adalah sesuatu yang tidak perlu dilakukan di negeri ini.Yang paling utama adalah bagaimana memberikan solusi peningkatan kesejahteraan dengan cara bijak agar para guru bisa enjoy dan happy dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang sedang dijalankan sebagai guru saat ini.Adapaun perbedaan kesejahteraan yang diterima hendaknya tidaklah mengurangi profesionalitas para guru yang telah ditunjukkan selama ini.Pengabdian mereka telah teruji.

Mental mereka telah padat dibaluri niat ikhlas untuk mencerdaskan anak-anak negeri dan berhasil membentuk mereka menjadi manusia-manusia terhormat. Pada upacara peringatan hari guru kali ini 25 November 2021,di tengah nyanyian syahdu para murid yang mempersembahkan syair terindah buat guru mereka ”Terpujilah Engkau Wahai Ibu Bapak Guru” tidaklah berlebihan bila guru harus dimuliakan dan dibayar secara professional, tidak dibuai dengan harapan semu atau bahkan dijadikan bahan pendulang suara ketika pilkada berlangsung. Selamat Hari Guru,Bapak/Ibu !
*Penulis adalah Dosen FKIP UMSU Medan /SMK Negeri 1 Pancur Batu Deli Serdang, Wakil ketua PDM Deli Serdang, Aktivis Sosial dan Mahasiswa Program Doktor LTBI di UNIMED Medan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button