Peristiwa

Para Pengamat Dan Aktivis Prihatin Melihat Aparat Hukum Di Tangerang Yang Kurang Responsif Terhadap Kasus Yang Melibatkan Mafia Tanah Di Pantura

Tangerang, Suaraindependentnews.id – Masuknya dua perusahaan raksasa besar dalam deretan investor di Teluk Naga Tangerang yang bakal menggarap proyek International Tangerang City dengan nilai triliunan rupiah itu membuat publik bertanya. Australia yang lebih dulu menjajaki investasi di wilayah tersebut tidak terdengar lagi. Entah memilih mundur karena peliknya persoalan investasi atau berkongsi melalui bendera kedua perusahaan besar milik taipan Indonesia agar mudah berjalan?

Kenyataanya, proyek senyap Tangerang International City itu terus bergulir dan pembangunan kawasan pemukiman, kawasan berikat, pergudangan hingga pelabuhan hingga kini terus berjalan.

Bahkan, beberapa gedung apartemen yang diberi nama kawasan PIK II sudah berdiri megah dengan perluasan kawasan reklamasi pasir putih yang diangkut dari propinsi lain ke sisi pantai utara Tangerang Banten.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada periode 2010-kuartal kedua 2016, total investasi dari Australia mencapai USD 2,1 miliar. Ini menunjukkan bahwa Australia berada di peringkat 12 dari daftar peringkat teratas dan berkontribusi terhadap 1,4% total investasi yang masuk ke Indonesia.

Porsi terbesar dari realisasi investasi tersebut berasal dari 42% dari sektor pertambangan, diikuti oleh kimia dan farmasi sebesar 39% dan kelistrikan, gas dan air sebesar 5%.

BKPM mencatat rencana masuknya Australia dalam investasi kawasan berikat dan energi di provinsi Banten akan menjadi angin segar. Dalam data siaran pers BKPM, lembaga itu terus melakukan langkah aktif untuk meningkatkan arus penanaman modal ke Indonesia.

Salah satunya adalah penandatanganan nota kesepahaman antara Australia Indonesia Business Council (AIBC) dengan Banten Global Development (BGD) di Kantor BKPM pada 10 Oktober lalu.

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengatakan menyambut positif penandatanganan nota kesepahaman yang akan berfungsi sebagai langkah awal dalam proses pembangunan kawasan industri terpadu di Teluk Naga, Banten tersebut.

Namun berjalannya waktu masalah lahan dan tanah milik warga di Pantura Tangerang menjadi persoalan dan problem baru, permainan oknum-oknum mafia tanah menjadi faktor utama perubahannya NIB (nomor identifikasi bidang ) tanah milik warga

Hal itu membuat direktur eksekutif oversiqht of Indonesia’s democratic policy angkat bicara terkait pemberantas mafia tanah yang butuh penanganan serius.

Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia’s Democratic Policy Satyo Purwanto menyesalkan kurang seriusnya penanganan pemerintah dalam memberantas mafia tanah di Indonesia khususnya di wilayah Pantura Kabupaten Tangerang.

Menurut pria yang akrab disapa Komeng ini, jangan sampai karena mandeknya penanganan mafia tanah tersebut, membuat masyarakat menganggap komitmennya pemerintah tersebut hanya sekedar lip service.

“Saya prihatin perjuangan masyarakat khususnya di wilayah Pantura ini sudah berlangsung lama, dan telah mengadu ke berbagai instansi hingga ke Kemenkopolhukam dan DPR, namun belum ada hasilnya,” ucap mantan Sekjen Prodem tersebut, Minggu (4/7/2021).

Ia menjelaskan memang karena kasus mafia tanah ini merupakan extraordinary crime maka dalam membutuhkan penanganan khusus dan tidak bisa diselesaikan secara konvensional.

Terlebih dalam melaksanakan kegiatan mafia tanah ini bisa dipastikan akan selalu berkolaborasi dengan pihak-pihak berwenang.

“Kasus mafia tanah tidak bisa dilakukan hanya sendiri dan pastinya melibatkan instansi-instansi di pemerintahan,” ujarnya.

“Karena tidak mungkin akan muncul berbagai produk seperti NIB (Nomor Induk Bidang) dan sertifikat tanah jika sebelumnya tidak melibatkan instansi-instansi terkait,” imbuhnya.

“Persoalan mafia tanah sangat politis karena bersinggungan atau memiliki anasir dengan beberapa kementerian dan instansi lainnya,” katanya

“Kasus mafia tanah harus ditangani lintas sektoral. Bahkan kalau perlu ada pengadilan tersendiri dengan hakim dan jaksa khusus,” sambungnya.

Hal yang sama juga diutarakan Pengamat Kebijakan Publik, Adib Miftahul.

Menurut Adib, penanganan kasus mafia tanah ini harus dilakukan pendekatan politis juga.

“Ke depan saya sarankan kepada para korban mafia tanah khususnya yang ada di wilayah Pantura Kabupaten jangan memilih lagi pemimpin maupun anggota legislatif yang datang hanya saat kampanye dan setelah jadi mereka tidak mau membela masyarakatnya,” kata Adib

Bahkan Adib pun mengatakan jika Presiden Joko Widodo tidak mampu mengatasi kasus mafia tanah ini maka sebutan sebagai pembela tanah rakyat dengan program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL) akan tidak akan berarti apa-apa.

“Sebenarnya jika serius dengan instruksi langsungnya kasus mafia tanah ini harus bisa dilakukan. Kenapa memberantas preman langsung dilakukan secara masif ini memberantas mafia tanah seperti jalan di tempat,” ungkapnya.

“Jika pejabat yang ditunjuk tak mampu mengatasi kasus mafia tanah ini lebih baik dipecat saja,” tambah pria yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif kajian Politik Nasional ini.

Sementara itu, aktivis senior Mohammad Jumhur Hidayat menyebutkan Indonesia dalam penanganan kasus mafia tanah ini seharusnya mengikuti negara-negara lain.

Menurut Jumhur, di berbagai negara dalam penanganan kasus tanah ini negara membentuk Panitia Landreform yang langsung diketuai oleh Presiden atau Perdana Menteri.

“Tak mungkin jika hanya ditangani oleh satu Kementerian atau instansi karena akan bersinggungan dengan Kementerian dan instansi lainnya yang tentunya sejajar,” tutur mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI itu.

Diketahui, dalam diskusi ini, menurut perwakilan korban, Heri Hermawan, perampasan tanah di wilayah Kabupaten Tangerang dilakukan secara masif dan sistemis.

Sekitar 900 hektar atau 9 juta meter lebih tanah warga di empat kecamatan, sudah beralih nomor NIB-nya.

Masyarakat, kata Heri, sudah sering melakukan audiensi dengan pihak terkait, seperti mulai dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang, BPN Kanwil Banten hingga DPR RI.

Namun lanjut Heri, sampai saat ini terkesan mandek, padahal kasus ini sudah satu tahun lebih lamanya. (Team@mioindonesia)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button