PENDIDIKAN

RINDU PAHLAWAN

Penulis : ArifulHaq  A, S.Pd.,M.Hum. / Amarina Nainggolan, S.Pd.

Kehadiran 10 November bagi bangsa Indonesia adalah mengingatkan akan pentingnya makna Pahlawan yakni semangat pantang menyerah para pahlawan yang telah berkorban membela Bangsa dan Negara. Saat peristiwa 10 November 1945 itu terjadi, tidak ada yang saling bertanya “Siapa” dan “Mengapa” kita berjuang mempertaruhkan nyawa menghadapi pasukan bersenjata modern-pasukan pemenang perang dunia kedua.

Semuanya bersatu dalam satu komando Jihad mengusir penjajah. Semangat yang melekat dengan kepahlawanan tersebut haruslah diasah dan dilestarikan setiap saat sehingga tidak terkikis di tengah dahsyatnya serbuan zaman.

Pengalaman heroik 10 November 1945 tersebut telah diabadikan dalam catatan emas kebangsaan kita sebagai cerminan semangat pantang menyerah untuk mempertahankan kemerdekaan. Adalah wajar bila akhir-akhir ini  semangat tersebut mencuat kepermukaan menjadi isu yang menarik diperdebatkan oleh berbagai kalangan di negeri ini.

Sekelompok orang mengajukan nama seseorang agar diangkat menjadi pahlawan dengan alasan telah ikut berjuang melahirkan negeri ini.

Sebalikya, sekelompok orang sibuk menganulir nama tersebut dengan alasan yang bersangkutan tidak memenuhi syarat dengan berbagai dalil yang dimunculkan. Perdebatanpun bergulir dan meluas baik formal ataupun informal, di media massa, cetak maupun online. Hangat dan mencerahkan.

Lalu, bagaimana perbincangan tersebut di kalangan masyarakat awam ? Apakah topik ini cukup signifikan dengan perilaku masyarakat terhadap negeri ini ? Jangan lupa bahwa kalangan awam sangatlah mewarnai bahkan “paling menentukan” untuk melabeli pameo cinta terhadap negeri ! Penilaian yang sederhana dari sesuatu “bermanfaat atau tidak” menjadi jargon utama pada embel-embel Pahlawan.

Di relung hati mereka yang paling dalam, makna pahlawan adalah seseorang yang hadir di tengah kehidupan yang  bersungguh-sungguh mengayomi, menuntun pada keadilan dan memberikan solusi terbaik terhadap masalah sosial mereka. Bukan yang membawa segepok uang, mesin ATM, atau benda aneh yang tidak dikenal dalam kehidupan mereka dan apalagi kalau kehadirannya hanya  pada saat atau menjelang pemilu. Tidak, demikian !

Pahlawan adalah seseorang  yang tersimpan jauh dalam lubuk  hati masyarakat, tidak dibua-buat, tidak butuh Pencitraan, dan tak bisa dinilai dalam bentuk uang. Sosok pahlawan yang diinginkan adalah seseorang yang mencerahkan dalam perilaku, jauh dari sifat-sifat buruk dan keserakahan.

Di negeri ini,  keberanian sosok si Pitung sangat membekas dalam ingatan masyarakat Betawi. Kenapa ? Karena ia membela rakyat miskin yang menderita. Pengorbanannya melawan Belanda tidaklah sia-sia. Si Pitung telah menjadi ikon “Perlawanan” Rakyat tertindas.

Di Inggris, kita menemukan sosok Robin Hood. Dia adalah salah satu tokoh terkenal, di mana ceritanya berasal dari Abad Pertengahan. Ketokohannya menjadi elemen penting dalam budaya populer, terutama karena tindakan “keberaniannya” yang mencuri dari orang kaya, dan memberikannya kepada orang miskin serta berjuang melawan ketidakadilan dan tirani.

Negeri Pahlawan

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawan. Di negeri kita ini sudah banyak nama yang diabadikan sebagai pahlawan Nasional tetapi masih banyak lagi yang tidak disebutkan. Mereka yang diabadikan adalah masih terbatas sebagai perwakilan dari perjuangan rakyat yang ada pada saat itu. Meskipun masih banyak lagi para pejuang  yang masih belum tersebutkan tidak berarti mengurangi nilai-nilai kejuangan historis kebangsaan kita.

Para Pahlawan bangsa memiliki peran utama membebaskan negeri ini dari cengkeraman penjajah. Jasa besar mereka menjadi teladan bagi generasi penerus bangsa untuk selalu mengingat sepanjang masa. Tanpa perjuangan mereka, maka negeri ini tidak ada. Jasa besar ini  mesti dihargai dan dihormati, termasuk para sahabat dan keluarga mereka.

Pahlawan Masa Kini

Sang Proklamator kita, Ir. Soekarno pernah berkata, “Beri Aku 1000 Orang Tua, Niscaya Akan Kucabut Semeru Dari Akarnya. Beri Aku 10 Pemuda Niscaya Akan Kuguncang Dunia.”

Kata-kata itu menunjukkan harapan bahwa masa depan sebuah peradaban atau bangsa itu ditentukan oleh para generasi muda saat ini. Pahlawan zaman dulu berperang secara fisik, dengan bersenjatakan apa adanya berhadapan langsung  mengangkat senjata mengusir penjajah dengan kobaran semangat dan rela mengorbankan jiwa raganya memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia.

Lalu, bagaimana dengan masa kini ? Apakah bambu runcing tempo dulu itu masih berperan ?  Bagaimana teknik dan strateginya berjuang, apakah sama juga seperti dulu. ?

Hari ini kita harus cerdas memaknai kata pahlawan tersebut. Semangat yang ditinggalkan para pahlawan  tersebut haruslah tetap bersinar. Tak bisa dibayangkan bila  pada zaman yang serba digital ini malah membuat para pahlawan masa kini tak bisa berperan. Kecanggihan yang ada sekarang kadang-kadang membuat kita lupa dan bahkan tidak peka terhadap masalah sosial di sekitar. Di media sosial, tema ataupun konten penghinaan dengan mudahnya dilontarkan kepada pihak lain baik pribadi maupun golongan. Tak ada belas kasihan maupun empati tersirat dari lubuk hati dan tentu saja menggores hati para anak bangsa dan melahirkan permasalahan.

Selain itu, yang tak kalah pentingnya saat ini  adalah bagaimana  masing-masing  berperan sesuai dengan bidangnya  tetap bersemangat membangun keharmonisan, saling bersinergi satu sama lain agar cita-cita para “pahlawan”  dapat diwujudkan dalam kehidupan bangsa tanpa pertikaian berlandaskan  kasih sayang.

Kesimpulannya bahwa wujud atau sosok pahlawan saat ini tidak harus menunjukkan sikap heroik dan angkat senjata untuk membela suatu hal. Selamat Hari Pahlawan, Saudaraku !

Penulis adalah Dosen UMSU Medan / SMK Negeri 1 Pancur Batu Deli Serdang /SMP Dharma Pancasila Medan, Wakil Ketua PDM Deli Serdang, Aktivis Sosial dan Mahasiswa Program S3  LTBI Unimed Medan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button