POLRI

Lestarikan Tradisi, Pemuda Desa Drajat Rayakan Besiar Di Gunung Abang

DRAJAT || suaraindependentnews.id – Upaya untuk merawat budaya dan melestarikan tradisi Besiaran, pemuda Desa Drajat, Paciran Lamongan, merayakan kembali Besiaran di Gunung Abang dari dini hari hingga siang hari. Kegiatan ini diprakarsai oleh Ahmad Bagus Dzikrul Haqqi, yang merupakan alumni mahasiswa Sejarah dari Universitas Jember.

“Dengan langkah ini, saya berharap tradisi Besiaran di Gunung Abang dapat terus dilestarikan dan tidak punah”, ungkap Dzikri, Jum’at 19 April 2024.

Tradisi Besiar merupakan kegiatan tahunan yang menghiasi H+7 Lebaran Idul Fitri atau biasa disebut dengan Riyoyo Kupatan.
Dalam hal ini, kegiatan Besiar di Gunung Abang memiliki tujuan mulia, yaitu menapaktilasi perjalanan dakwah Sunan Drajat, mengenang jejak spiritual sang leluhur, yakni dengan berkunjung tempat pasujudan, tempat pertapaan Sunan Drajat , Watu Bayang dan Watu Gong, yang mana batu ini bisa berbunyi layaknya gong pada gamelan. Kegiatan tersebut ditutup dengan acara makan bersama di lokasi yang sama dengan hidangan ketupat dan opor ayam. Selain itu, panorama alam yang indah dengan pemandangan pepohonan, laut, kapal, dan pemukiman dari ketinggian, memberikan kesenangan tersendiri dalam merayakan tradisi Besiar ini.

Kegiatan ini sebenarnya telah berlangsung sejak zaman dahulu dengan teknis pelaksanaan yang hampir tak berubah. Bukan hanya masyarakat Desa Drajat yang ikut merayakan, tapi desa-desa lain seperti Kemantren dan Banjaranyar, juga berdatangan untuk merayakan tradisi besiaran. Tak jarang terdapat juga masyarakat menyatukan doa dalam slametan bersama khususnya bagi warga yang mempunyai lahan tanah di Gunung Abang. Meskipun tradisi ini tidak terikat pada pakem yang kaku, namun setiap orang turut berpartisipasi sesuai dengan kemauan dan caranya masing-masing.

Namun, beberapa tahun terakhir, tradisi Besiaran mulai meredup akibat penggalian gunung yang membuat akses jalan semakin sulit. Selain itu, Pandemi COVID-19 juga menjadi pukulan berat bagi kelestarian tradisi ini, menyebabkan jumlah pengunjung yang datang semakin sedikit dan momen meriah menjadi kenangan yang langka.

“Kita harus bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, dimana kita masih bisa menikmati keindahan alam semesta ini. Meskipun ada bagian yang sudah tergerus, yang terpenting adalah kita masih bisa menjaga dan menghargai sisa-sisa tempat bersejarah ini”, ujar Ruri, salah satu pemuda desa Drajat yang ikut merayakan Besaran.

Salah seorang pengunjung lainnya, yaitu Ain, mengungkapkan rasa bahagia atas kerinduannya yang telah berlangsung hampir 4 tahun tidak merasakan Besiaran lagi. “Saya merasa beruntung bisa menjelajahi semua petilasan Sunan Drajat, meskipun tadi sempat hampir menyerah karena kakiku terasa kram. Namun, saya memaksakan diri demi melestarikan tradisi ini”, tambahnya dengan penuh semangat.

Meskipun tantangan dan perubahan zaman terus-menerus menghadang, semoga semangat untuk melestarikan warisan budaya dan spiritual ini tidak pernah pudar. Melalui kegiatan seperti Besiaran di Gunung Abang, kita dapat merangkul warisan nenek moyang kita dengan penuh kebanggaan dan menginspirasi generasi mendatang untuk menjaga dan menghargai nilai-nilai yang telah ditinggalkan oleh para pendahulu kita. Dengan demikian, tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari masa lalu, tetapi juga tetap hidup dan berkembang dalam keseharian kehidupan kita, menjadi sumber inspirasi dan kebanggaan bagi anak cucu kita.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button