Pemerintahan

Ada Apa Dengan Pembuat MoU? Kemelut Air Bersih Dengan PDAM Kota Solok Tak Kunjung Selesai

Yossi Agusta, SP, Kabag Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupatan Solok

Selasa, 11 Januari 2022

Kab Solok, Suaraindependent.id—Kemelut persoalan pengadaan jasa air bersih dengan PADAM Kota Solok tak kunjung ada kejelasan, BKD Kabupaten Solok yang notabene sebagai pembuat komitmen atau MoU tak mampu menyelesaikan persoalan yang menyangkut PAD Kab Solok ini.

Sudah 3 bulan berlalu, terhitung sejak November 2021 Pemkab Solok melaksanakan rapat pertama dan kedua bersama perwakilan PDAM Kota Solok, namun sampai hari ini tidak ada juga tindak lanjut dari penyelesaian persoalan persoalan yang ditimbulkan oleh sebuah perjanjian kerja sama (PKS) dalam pengadaan jasa air bersih tersebut.

Isu tak sedap pun kian santer bergulir, rendahnya retribusi air bersih yang diterima Pemkab Solok sejak dilahirkan MoU tahun 2019 yang lalu menuai kontraversi di kalangan masyarakat, dengan besaran realisasi pendapatan daerah yang di terima dari PDAM Kota Solok berkisar 30 juta sampai 37 juta/ bulannya, itu tidak imbang dengan luas Kota Solok sebagai pengguna air bersih.

Seperti halnya yang disampaikan salah seorang masyarakat, sebut saja Uncu. Dikatakannya, “diangka 30 Jutaan retribusi yang kita terima, itu sama dengan besaran wilayah Kotobaru yang membayar retribusi air bersih, sementara dengan kepadatan penduduk Kota Solok, retribusi yang diterima Pemkab Solok hanya segitu?”, ini luar biasa sekali, ucapnya.

Juga di anulir, kurangnya pengawasan dari pihak Pemda Kab Solok terkait water meter yang dipasang tidak berfungsi dengan baik, sehingga besaran debit air yang dikeluarkan dari water meter tersebut tidak bisa dibuktikan secara dokumen. Itu juga terbukti, dari mulai diadakannya rapat pertama dan kedua sejak November 2019 yang lalu sampai sekarang ini, belum ada satupun pihak terkait yang melakukan monitoring dan evaluasi ke lapangan (dimana posisi water meter induk di pasang).

Dengan adanya dugaan water meter yang dipasang tersebut tidak berfungsi dengan baik, alhasil debit air yang dikeluarkan seakan akan hanya “takok takok uwok” saja. Seperti yang dikatakan oleh Kabid Pendapatan BKD Kab Solok, “pelaporan pembayaran retribusi atau pajak air tanah yang kita terima dari PDAM Kota Solok hanya berdasarkan angka angka saja, tanpa di lengkapi dengan bukti fisik (berupa dokumen atau foto)”.

Selain itu, hasil temuan dari media Suaraindependent.id ini ke beberapa nara sumber, seperti Kabid Pendapatan Yoseph Walleska, Bagian kerja sama Sekretariat Daerah dan Kabag Perekonomian Yossi Agusta, SP, tidak ada yang tau persis dimana keberadaan water meter induk tersebut dipasang.

Salah seorang tokoh masyarakat pemerhati Kab Solok mengungkapkan, sepertinya permasalahan air ini tak ada ujungnya, sudah 3 bulan lebih kisruh ini mencuat, namun tak jua menemukan titik temu. “Kita sebagai daerah sumber mata air malah mengalami kelangkaan air, sementara air yang disalurkan ke Kota Solok, retribusinya pun tidak seberapa,”, ungkap Albetra.

Kabag Perekonomian Sekretaris Daerah Kabupaten Solok, Yossi Agusta, SP mengungkapkan, PKS dan MoU itu bisa ditinjau kembali setelah 2 tahun sejak dilahirkan perjanjian yakni November 2019, di November 2021 PKS sudah bisa kita kaji ulang lagi. “Kalau ada yang tidak taat tentu ada alasan, kalau ada alasan tentu kita kaji ulang, apapun ceritanya kita tentu mengacu kepada MoU. Seharusnya Bidang Pendapatan arif dengan itu, ketika tidak sesuai dengan MoU, tentu mereka harusnya memberikan teguran, dan jika teguran tidak di indahkan, ada saatnya kita untuk mengkaji ulang kembali”, terang Yossi.

Kalau ini sebuah sumber pendapatan, tentu Bagian Pendapatan harus berpikir dan jelas dasar hitung hitungannya, sambung Kabag Perek. Kita sudah menyurati PDAM Kota Solok melalui Bidang Pendapatan, kita harus dapat dulu berapa tarif dasar yang dipasang PDAM Kota Solok yang sebenarnya.

Sementara itu, di MoU dibunyikan “pihak pertama menerima kontribusi dari pihak kedua atas jasa yang diberikan sebanyak 15% dari jumlah debit air dikurangi 20% dari tingkat kebocoran di kali dengan harga jual/ M3 sesuai dengan tarif dasar yang berlaku bagi pihak kedua”

Artinya, “saat perjanjian ini dibuat pada tahun 2019 lalu, kalau ada kenaikan tarif di tahun 2020, tentu itu dilampirkan, dipengalihan itu tetap ada tarifnya. Mungkin barangkali mereka ada mengalihkan tingkat kebocoran sampai 30%, tentu itu merugikan kita”, papar Yossi.

Kalau semua ini dilaksanakan sesuai dengan MoU, tentu retribusi yang akan kita terima sesuai dengan pemakaian, dan jelas ini akan meningkatkan PAD kita. Kalau audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembanguan (BPKP) dijumpai tingkat kebocorannya 30% atau lebih, seharusnya mereka bermohon untuk pengajuan revisi dan mengkaji ulang perjanjian, kalau secara hukum, kita sudah punya tingkat kebocoran diangka 20%.

“Ketika mereka memberikan retribusi, tentu meraka punya perkaliannya, tingkat kebocoran berapa, tarif dasar berapa, itu harus dibuktikan dengan sebuah lampiran. “Kita tidak tau tarif dasar di Kota Solok yang di tetapkan itu berapa, kelurusan itu yang tidak kita dapatkan.  Dan itu juga sudah diminta oleh bidang pendapatan daerah Kab Solok, tapi belum diberikan oleh PDAM Kota Solok sampai sekarang”

Terkait water meter, ulas Kabag Perek, pihak BKD sendiri tentu harus turun ke lokasi untuk melihat kondisi water meter tersebut, kalau diperlukan, PDAM Kab Solok siapa kita libatkan, namun sampai hari kini, pihak BKD sendiri belum juga ada yang turun ke lokasi.

Lebih lanjut Kabag Perek mengatakan, tadi Siang (Selasa 11 Januari 2022) saya sudah menghadap ke kepala BKD selaku pembuat MoU. Kepala BKD mengatakan, “nanti kita adakan pertemuan dengan pihak terkait Pemko Solok, karna ini menyangkut masyarakat, kita tidak akan merugikan mereka, tapi kita juga tidak mau dirugikan, besok (Rabu, 12 Januari 2022) kita akan temui Asissten II Pemko Solok”, ujar Yossi menirukan bahasa Kepala BKD. (billy@nsi-id)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button