HUKUM & HAM

Gerombolan Mafia Proyek APBD Berkedok Peradaban Adat Diburu Jaksa, Dua Orang Sudah Dijemput Atas Perintah Kajari Tolitoli

TOLITOLI, suaraindependentnews.id – Kejaksaan Negeri (kejari) Tolitoli, Sulawesi Tengah mencanangkan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi, bersih birokrasi dan pelayanan.

Adapun sasaran pencananga pembangunan zona dimaksud yang dicanangkan Kejari pada senin 4 April 2022 itu antara lain keterbukaan informasi publik, keterbukaan sirkulasi aspirasi masyarakat salah satunya.

Pengaduan masyarakat, dimana Pers berdiri selaku jembatan publik peroleh keterbukaan itu. Apalagi, sebagai pilar ke-4 demokrasi, Pers sebagai kontrol sosial dibenarkan minta informasi yang betul dan cepat atas segala kegiatan Kejaksaan.

Sungguhpun filsuf Plati stigmakan hukum sebagai jaring laba-laba, tidak membuat pemred infoaktual.id patah arang telusuri tindak lanjut laporan multi kasus di kebun kelapa rakyat di kelurahan Nalu di pinggir kota Tolitoli.

Seperti intens dikabarkan, lahan itu diduga dirampas mantan Bupati Tolitoli Alek Bantilan Cs yang kemudian dia jadikan objek proyek rumah adat, diduga ilegal pula.

Meyakini konsistensi pemerintahan bebas Korupsi dan bersih Birokrasi, laporan dugaan proyek ilegal sebagai bagian dekandensi moral Alek itu akhirnya disikapi Kejari tetap terasa terbelenggu stigma hukum tumpul ke atas tajam ke bawah.

Bagaimana tidak, kabar kerusakan moralitas ketua Partai Matahari PAN Tolitoli – yang tak henti dikacapkan publik – telah merembes kemana-mana. Bahkan, sudah jadi sarang mafia, gerogoti Proyek APBD, menyusul SKPT manipulatif atas nama Alek leluasa masuk ke objek proyek ilegal senilai hampir Rp 2 M, tanpa disentuh hukum.

Gegara terus digerus pertanyaan, kajari Tolitoli Albertinus P Napitupulu, SH., MH lantas perintahkan jemput lurah Nalu Askar dan kaur Ikram guna dikronfontasi dengan pelapor, 28 November 2022, sampai kemudian dibawa keruang pemeriksa kasi intel, Birawa.

Mengonfirmasi dua minggu kemudian, pasca pemeriksaan Askar dan Ikram yang diharap menjadi pintu masuk hingga temukan aktor mafia, Humas Kejari Febrian, SH pun ditemui, Senin 19 Desember 2022.

“Penjelasan kejaksaan Negeri Tolitoli ada dua pak, KIB (Kartu Inventaris Barang,red) 2010 sama Perda RIPPDA (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah, red) 2016”, ujarnya mengawali.

Jadi singkat saja pak lanjut Febri mewakili kajari, berdasarkan informasi yang kami dapat bahwa lahan proyek rumah adat itu terdaftar dalam KIB 2010 sebagai aset pemda, itu yang pertama.

“Kedua, kenapa proyek itu ada, karena masuk dalam RIPPDA 2016. RIPPDA dan KIB itulah dasar dia (Pemda,red) mengerjakan proyek itu”, ujar jaksa muda itu.

Adapun arah KIB dan RIPPDA itu tambah Febrian, sudah termasuk tanah rumah adat, dengan status peningkatan fungsi sebagai klasifikasinya. Jadi, selain KIB 2010, pondasi proyek di Nalu itu adalah RIPPDA 2016.

“Jadi, proyek rumah adat itu klasifikasinya peningkatan fungsi toh. Kita tanya lagi, kog bisanya proyek ini terjadi, apa dasar kalian. Jawaban pemda, KIB sama RIPPDA itu Pak”, tutur juru bicara Febrian.

Dikatakan, sampai saat ini, untuk sementara itu informasi yang kami dapat. Sementara terperiksa lurah Askar dan kaur Ikram yang di BAP di ruang kasi intel pada sesaat setelah keduanya dikonfrontasi, masih terkait SKPT yang oleh pelapor manipulatif.

Siang itu beber humas Kejari menceritakan proses penjemputan lurah Askar dan Kaur Ikram hingga akhirnya konfrontasi dan BAP terlaksana. https://youtu.be/mHGTZcUdn6M

Intinya, lurah dan kaur pemerintahan kelurahan itu terpaksa diambil disuatu tempat kegian Bupati, lantaran keduanya sulit dihubungi. Hal itu dilakukan berdasarkan kominikasi ajudan Kajari dengan Kasi Intel yang kebetulan juga berada disekitar areal kegiatan Bupati. https://youtu.be/llvD8_fz3Ws

Baik, sekarang fokus pada substansi dugaan proyek ilegal. Apakah KIB 2010 dan RIPPDA 2016 itu bisa dijadikan dasar mengadakan proyek rumah adat, sementara parentah Negara harus berdasarkan PP pengolaan keuangan daerah, Perpres pengadaan barang dan jasa serta UU IMB ?

“Bukan wewenang saya menjawab ini. Tapi selanjutnya, kami harus tetap mencari, masih berjalan, masih kita cari informasinya”, pungkas juru bicara kejari.

Tapi baiklah – apapun itu – disadari atau tidak, yang pasti kejari tampaknya disuguhi disinforrmasi, informasi dusta yang sengaja dinyanyikan gerombolan mafia berkedok peradaban adat guna menguras kas pemda secara melawan hukum.

Pasalnya, sesuai hasil investigasi bahwa lahan serobot itu tercatat dalam KIB 2010 dengan kode aset 1201200470100/2010. Dicatat berdasarkan catatan historis dengan nama lahan dan bangunan bersejara.

Terus, entah dirasuki elmu mafia apa, Bupati Alek yang ngaku Raja Tolitoli ke-17 itu nekat mengklaim sebagai tanah bekas Barle Masigi, lalu diterjemahkan menjadi Rumah Adat, Istana Raja, padahal arti sebenarnya kayaknya ialah Barle (rumah) Masigi (tempat ibadah). Jadi, Barle Masigi adalah Musholla.

Saking nekatnya, dengan berkedok peradaban Adat, ditambah persekongkolan banggar, lahan bekas berdirinya Musholla yang dicatat sebagai aset itu sukses menilep isi Kas Pemda sejak 2006.

Menurut kasubdit inventaris Aset Moh.Ikhwan Sik.MSi aset dalam KIB 1201200470100/2010 tersebut belum disertifikat lantaran terkendala SKPT.

“Ya pastilah, karena dokumen persyaratan untuk itu ada ditangan saya. Saya ajukan permohonan SKPT tapi tidak diproses karena lurah dilarang Bupati Alek”, timpal pemilik tanah.

Lantas, karena Alek terus dihantui Dekadensi moralnya, maka pada tengah Desember 2021 lurah Askar terpaksa terbitkan SKPT atas nama Gaukan (Raja) itu secara membabi buta, sebagai buah telepon paksa Alek Bantilan, sampai akhirnya lurah diambil jaksa.

Parahnya lagi, KIB 2010 yang berisi aset 1201200470100/2010 yang kini diduduki SKPT bodong Alek telah diup date pada 27/10/2021 tapi tidak diteken kadis pariwisat, Urip Halim, Spd, dan anak buahnya kasi Destinasi, sekaligus pengurus barang pengguna (PBP), Marini R Kaimun, SE.

Kenapa, Marini pilih langkah bungkam. Diminta supaya teken, dia tetap bergeming, sambil beri kode ogah terjerembab jaringan gerombolan mafia. Lantas, bagaimana dengan RIPPDA 2016 ?

RIPPDA ini lahir berdasarkan Perda Nomor 7 2016 tepatnya pada 23 Desember 2016, dengan nama Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah – adalah dokumen perencanaan yang kemudian bernama RIPPDA masa 2015-2029.

Konyolnya, selain keberadaanya di KIB 2010 fiktif, lahan di objek proyek ilegal tadi sama sekali tidak terkait dengan RIPPDA 2016. Sebab, bukti proyek Rumah Adat sebagai Destinasi wisata seperti dimaksud RIPPDA 2016 itu, “gelap”.

Olehnya itu, berangkat dari komitmen Kejari akan zona integritas menuju kabupaten bebas korupsi, bersih birokrasi diharap tidak menjadi retorika belaka. Pembangunan supremasi hukum harus terus jalan tanpa dihambat kepentingan manapun, tak kecuali Alek Bantilan.

Poinnya, suka tidak suka, kejari Tolitoli diminta segera “bangun” dan tetap konsisten, sambil berlari kencang memburu tabiat mafia proyek APBD bertopeng peradaban Adat itu, tanpa pandang bulu. (Tim, Editor by [email protected]).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button