Seni Dan Budaya

Diskusi Publik : Pluralisme Masyarakat Nias “TalifusÖ”

Zaman Boleh Berubah, Tapi Nilai-Nilai Luhur Budaya Kita Harus Dilestarikan

MEDAN, SUARA INDEPENDENTNEWS.ID

Pengurus Besar Ikatan Keluarga Masyarakat Islam Nias  (PB IKMIN) Indonesia berkerjasama dengan Ormas Nias Pesisir Jakarta melakukan diskusi daring melalui media zoom dengan tema “Pluralisme Masyarakat Nias. Diskusi berlangsung  pada Sabtu, (11 September 2021) pukul 14.00. WIB dengan menghadirkan pembicara Dr. Tuti Rahayu (Dosen Seni Budaya dan Peneliti Universitas Negeri Medan).

Acara tersebut dibuka langsung oleh Ketua Umum Amir Hasan Aceh dengan semangat berapi-api dan mengucapkan terima kasih banyak kepada berbagai pihak yang telah berpartisipasi mendukung terselenggaranya kegiatan ini.

Sang ketua juga menyatakan bahwa kegiatan diskusi publik hari ini juga diselingi dengan penyantunan anak yatim di Kota Medan sekitarnya.

Diskusi ini diilhami dari keinginan untuk mengembangkan kesenian yang ada di masyarakat Nias dan sekaligus  menggali nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya yang tercermin dalam kehidupan keseharian yang berlaku dalam masyarakat.

Selanjutnya, bagaimana melestarikan nilai-nilai luhur budaya tersebut dalam menghadapi kehidupan sekarang  yang serba digital ?

Narasumber dengan hasil penelitiannya menyebutkan bahwa Nias sebagai pulau dengan masyarakat yang heterogen dalam kepercayaan, memiliki daya tahan luar biasa dalam membina kerukunan.

Salah satunya  prinsip “TalifusÖ” mampu mengikat berbagai komponen masyarakat yang berbeda kepercayaan dalam satu ikatan persaudaraan yang kuat.

Beliau menambahkan bahwa ikatan persaudaraan  “TalifusÖ” ala Nias ini sangat unik dan bisa menjadi contoh di level Nasional.

Selain itu, sang peneliti ini menguraikan bahwa fokus area objek penelitiannya yakni di kawasan Nias Utara telah berhasil mendokumentasikan kesenian yang sudah punah di masyarakat Nias, seperti “Tari Mahanggu, “Tari Falase Mada”, dan beberapa tari klasik Nias yang sudah dikreasikan menjadi seni yang menarik.

Selanjutnya, diskusi publik yang dipandu oleh  Arifulhaq Aceh,M.Hum ini semakin meriah ketika direspon oleh  putra Nias perantau, seperti  Masykur  “The Profesor”  yang berkediaman di  Jakarta menguraikan banyak hal tentang Nias ;kekerabatan, seni budaya pesisir, kesejarahan  “FatalifusÖda” dalam masyarakat Nias, hubungan kultur antara “Ndrawa” pendatang (Aceh, Minang, Bugis, Tapanuli, Jawa, dll) dengan penduduk lokal.

Uraian “The Professor” Masykur ini juga diaminkan oleh putra Nias perantau yang lain yaitu Fahmi Rahman yang dengan berapi-api menjelaskan bahwa  “TalifusÖ” adalah persaudaraan model  Nias hendaknya dipahami betul oleh generasi muda Nias sekarang ini. Zaman boleh berubah, tapi nilai-nilai luhur budaya kita harus dapat dilestarikan demi kemajuan anak negeri khususnya masyarakat Nias.

Pada bagian akhir diskusi disimpulkan bahwa akulturasi budaya Nias dengan budaya “Ndrawa “ pendatang  telah melahirkan keindahan dan ikatan yang kuat untuk dijaga dan dilestarikan oleh generasi Nias yang dibuktikan dengan adanya “FaTalifusÖ”(Persaudaraan, Saudara, “Gowasa” (Musyawarah Adat), dan “Fondrako” (hasil keputusan bersama antara raja-raja setempat) dengan “Ndrawa” Pendatang.

Semoga diskusi publik ini membuka lembaran baru dalam kemajuan  masyarakat Nias untuk mencintai budaya luhurnya. (Aa Wahyu)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button