Tak Berkategori

Istri Pendeta Opeten Gulo Klarifikasi Atas Pemberitaan Miring Terhadap Suaminya.

Ibu Pendeta Yamifati Zendrato Klarifikasi Pemberitaan Miring Terhadap Suaminya Pdt.Opeten Gulo. (Foto doc FL/Aa )

Gunungsitoli, Suaraindependent.id | Ibu Pendeta Yamifati Zendrato (49) dan putrinya Mayestic Gulo mengharapkan keadilan untuk Pdt Openten Gulo atas kasus yang menimpanya, yakni tuduhan melakukan dugaan penggelapan satu unit mobil operasional merk grand max milik Badan Pekerja Daerah Gereja Bethel Indonesia (BPD-GBI) Nias.

Pdt.Abraham C.Supit saat menyerahkan “1 Unit Mobil Gran Max” Bantuan untuk Operasional kepada BPD GBI Nias Yang Menerima Kunci Pdt.Opeten Gulo .

Prihal 1 Unit Mobil Gran Max Untuk Operasional kepada BPD GBI Nias.

Yamifati istri Pdt Opentin Gulo menuturkan kepada awak media ini  Sabtu (27/6), awalnya mobil tersebut diberikan oleh Badan Pekerja Harian (BPH) GBI Pusat Jakarta pada tanggal 15 Maret 2018 kepada BPD-GBI Kepulauan Nias untuk kendaraan operasional yang diterima langsung oleh Pdt Openten Gulo sebagai Ketua BPD-GBI Kepulauan Nias.

“Namun pada tanggal 19 November 2018 salah satu pengurus BPD Nias, Perlindungan Faebua Dodo Hulu, SPd melaporkan Pdt Openten Gulo ke Polisi tuduhan pengelapan satu unit mobil operasional BPD-GBI Kepulauan Nias,” terang Yamifati.

Lanjut Yamifati mengatakan, pada saat dipanggil Polisi untuk dimintai keterangan, Pdt Openten menjelaskan, alasannya tidak menyerahkan mobil ke BPD, pertama karna Pemecatan sebagai Ketua BPD tidak pernah diterima dan belum pernah dibicarakan atau diklarifikasi atau di bentuk Panitia AdHoc, pada masalah yang dituduhkan padanya. Kedua, tidak ada surat dari BPH kepada siapa mobil itu harus diserahkan untuk membuat berita acara tanda terima.

Sebelumnya, kata Yamifati, suaminya (Pdt Opentin Gulo) pernah menyurati Abraham E Supit untuk meminta surat keterangan kepada siapa mobil diserahkan. “Namun, beliau belum membalas surat itu. Namun demikian, sebagai niat baik, pada tanggal 30 Januari 2019 Pdt Openten Gulo menyerahkan mobil tersebut kepada polisi (penyelidik Suasaro Waruwu dan Agus Zendrato). Dalam hal ini ada bukti tanda terima.

Tetapi pada tanggal 2 Juni 2020, suami saya dijadikan tersangka dengan tuduhan dugaan pengelapan mobil Operasional BPD-GBI Kepulauan Nias. Dan tanggal 22 Juni 2020, suami saya ditahan di Kejaksaan Gunungsitoli. Kami telah menempuh berbagai upaya agar suami saya tidak ditahan, namun tidak dikabulkan dan sampai saat ini masih ditahan. Alasan tidak dikabulkannya penangguhan adalah karna ada laporan baru yang dilaporkan lagi ke Kepolisian tentang Penjualan tanah,” ucap Yamifati menjelaskan. 

Klarifikasi Penjualan Tanah dan Kronologi Gereja GBI Dahana.

Saya Yamifati Zendrato menjelaskan  mengenai tanah Gereja GBI Dahana, sebagai istri Pdt Openten Gulo alias (Ama Yesti). Saya memberitahukan bahwa tanah itu tanah Milik saya yang saya beli kepada Faigi Mb6w6 Lase di desa Dahana sesuai dengan akte pertanahan Bawalato bukan atas nama Gereja GBI Dahana.

Pada waktu itu saya di tetapkan di GBI Dahana pada tahun 2004 sebagai Gembala Jema’at. yang mana saat itu belum di bangun Gereja hanya Los Pospei GBI. Pada suatu hari saya berbicara kepada Faigi Mb6w6 Lase dan istrinya (alm.), 

Saya mengatakan “ saya akan melayani disini, kalau kalian mencari tanah agar saya beli untuk dijadikan tempat ibadah kita.” Kata Faigi Mb6w6 Lase dan istrinya “tidak apa-apa bu, ada tanah kita disebelah Los kami berikan kepada ibu asalkan ibu mau”. 

Pada saat itu  tahun 2004 kami membuat surat jual beli antara kami, dan saya bayarkan kepada mereka sebagai harga ganti rugi dan baru saya bangun tempat ibadah, dan tahun 2006 mulai dari situ menetap kami beribadah dan bertambah jiwa. Pada tahun 2014 saya mengajukan dikantor Camat Bawalato untuk membuat Akte tanah dan petugas kecamatan lurah langsung kelapangan untuk mengukur tanah tersebut sesuai dengan ukuran yang ada. 

Pokok permasalahan terjadi karena Jemaat bubar pindah organisasi maka bubarlah kebaktian, Faigi Mb6w6 Lase mendirikan arisan 2015 di kumpulkan anggota sebanyak 95 orang termasuk saya anggotanya arisan jalan sebanyak 40 orang sudah mencabut. Faigi Mbowo Lase alias A.Gaya’a mengatakan “ kita gandeng pembayaran yang sudah mereka kasi sama si A dan si B” sampai uang pribadi saya 800 Ribu belum dibayar, disitu terjadi konflik diantara jemaat dan orang luar.

Sesudah itu ada salah satu anggota arisan yang bukan anggota jemaat GBI mereka mengambil Kibot Gereja Alm. Ono ama Olina Lase. Pada saat itu A.Desi Lase Ketua salah satu jemaat GBI pada waktu itu menelpon saya ”kibot telah diambil di rumah Ama Risi Bu, tanpa sepengetahuan Ama Risi Lase”. Mendengar hal itu saya pergi kesana dari Binaka sampai ke Desa Dahana sejauh 45 KM. Sesampainya saya disana memang benar kibot ada dirumah orang lain, saya bicara kepada mereka dan mereka tidak menghiraukan bahwa kibot mereka tahan untuk pembayaran arisan mereka. 

Pada waktu itu saya pergi kepada anggota Kapolsek Bawalato untuk menyampaikan permasalahan ini dan anggota Kapolsek Bawalato pada waktu itu mereka hadir dan diserahkan kepada Kepala Desa Dahana untuk menyelesaikan secara kekeluargaan. Setelah itu Faigi Mbowo Lase dia meminjam kas Gereja kepada Bendahara sebesar Rp. 500.000 dan sampai sekarang belum dibayar.

Pada Tahun 2016 saya mengusulkan bantuan pembangunan kepada BPH melalui proposal. Sebelum dana tersebut cair saya selaku Gembala berusaha mencari dana agar Jemaat ini tidak pindah ke Organisasi lain, saya meminjam uang orang untuk membayar pembelian keramik di Altar dan plaster di lantai dan beton penahan waktu itu.

Setelah saya duluankan uang barulah cair dana dari BPH GBI tanggal 5 Desember 2017 dan saya ambil uang tersebut bersama panitia membayarkan uang yang telah kami pinjam untuk pembangunan tersebut. Karena sudah terjadi konflik gara-gara arisan yang didirikan Faigi Mbowo Lase dan telah dia pinjam kas Gereja dia keluar dari GBI dan dialah yang mempengaruhi anggota sehingga mereka memberikan surat untuk mengundurkan diri dari GBI Dahana, mereka mendaftarkan ke Organisasi lain, ada di GUBDI, GPLI, GPDI, BNKP. 

Saya sebagai Gembala mengadakan kedamaian tetapi Jemaat bilang “Ibu tinggal disini barulah kami mau”. Dan saya menjawab “ Itu tidak boleh, saya ini ada tanggung jawab dalam keluarga” dan mereka tidak menghiraukan  Dan saya sampaikan kepada Pembina saya, lalu kepada Ketua Wilayah dan saya sampaikan kepada BPD dan mereka datang ke lapangan memberikan solusi agar jemaat tidak bubar dan jemaat katakan kepada Ketua Wilayah dan Ketua BPD “ Kami tidak mau lagi beribadah di GBI, kami beralih ke Organisasi lain.

Sesudah itu BPD mengambil tindakan menurunkan merek GBI karena tidak ada ibadah lagi. Sesudah diturunkan mereka, merek GBI. barulah saya menjual tanah tersebut, dan setelah saya jual tanah tersebut kepada A.Lenta Lafau.

Terkait Laporan Dana Bantuan  Rp.20 Juta.

Baru BPH membeli tanah itu lagi dari A. Lenta Lafau atas nama GBI Jemaat Dahana sampai saat ini. Mengenai permasalahan bantuan 20 Juta di GBI Dahana, 2016 saya mengajukan permohonan bantuan kepada BPH, Karna belum ada kepastian dari BPH akan mengabulkan permohonan bantuan maka saya berusaha mencari dana untuk pembangunan tempat ibadah tersebut yaitu memplaster lantai, beli kramik altar dan tembok penahan dibagian sebelahan perbatasan tanah tersebut. Dana itu saya dapat dari pinjaman.

Pada Tanggal 15 Desember 2017 barulah cair dana Bantuan dari BPH GBI sebesar Rp. 20 Juta. Sehingga dana itu, saya gunakan untuk pembayaran dana yang telah saya pinjam  ucapnya  mengakhiri. (FL/Aa)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button