HUKUM & HAM

Wisata Mangrove Yang Dikelola Oleh Perorangan Di Desa Muara Akan Ditindak Tegas

TANGERANG, suaraindependentnews.id – Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km yang dimana wilayah perairan Indonesia kaya akan keanekaragaman biota pinggir laut, salah satunya adalah pada ekosistem hutan mangrove pada tahun 2015 seluas 3,49 juta H. atau sebesar 21% luas mangrove dunia, salah satunya adalah kawasan mangrove di Desa Muara, Kabupaten Tangerang, provinsi Banten.

Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat air payau dan air laut. Mangrove merupakan tanaman hasil dari kegiatan budidaya atau diambil dari alam.

Hutan mangrove adalah salah satu jenis hutan yang banyak ditemukan pada kawasan muara dengan struktur tanah rawa dan/atau padat.

Mangrove menjadi salah satu solusi yang sangat penting untuk mengatasi berbagai jenis masalah lingkungan terutama untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh rusaknya habitat untuk hewan, Kerusakan ini tidak hanya berdampak untuk hewan tapi juga untuk manusia. Mangrove telah menjadi pelindung lingkungan yang baik.

Hutan mangrove yang berlokasi di desa muara Kawasan tersebut memiliki potensi pariwisata yang memiliki daya tarik pesona alam yang membius wisatawan lokal maupun nasional untuk berkunjung ke hutan mangrove desa muara, kecamatan teluk naga, kabupaten Tangerang tersebut.

Namun sayang sekali hutan mangrove yang ada desa muara yang menawarkan pesona alam yang sangat luarbiasa dan memanjakan mata para wisatawan tersebut belakangan di kelola oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, mungkin karena akses masuk ke hutan mangrove desa muara tak terurus, pemerintah daerah seolah membiarkan tanpa membangun sebuah konsep suatu pengembangan wisata mangrove dengan konsep ekowisata, sebuah konsep wisata yang mencakup tiga fungsi dasar yaitu edukasi, ekonomi, serta tentunya konservasi. Selain konsep ekowisata dari segi pembangunan juga bisa digunakan pendekatan arsitektur ekologis untuk melengkapi upaya pengembangan kawasan yang ramah lingkungan, Sesuai instruksi presiden Jokowi, melalui kementerian DLH RI Menteri Siti pengembangan hutan mangrove di pesisir sebagai upaya mendorong pemulihan ekosistem dan ekonomi nasional salah satunya merehabilitasi ekosistem mangrove di sepanjang pesisir pantai.

Tidak adanya perhatian pemerintah kabupaten Tangerang terhadap pengembangan ekowisata di pesisir hutan mangrove desa muara, membuat sejumlah oknum-oknum nakal mengabil kesempatan untuk mengelola wisata hutan mangrove di desa muara, tanpa memiliki perizinan yang jelas dari pemerintah kabupaten Tangerang maupun pemerintah pusat.

Padahal diketahui bersama melalui menteri keuangan pemerintah telah mendorong pengembangan sektor pariwisata destinasi prioritas dalam Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Bahkan Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik sudah dialokasikan dan ditingkatkan jumlahnya untuk tahun 2022 untuk melatih masyarakat lokal selaku pengusaha bidang pariwisata, sebagai bentuk mendorong upaya pemberdayaan masyarakat sekitar, Hal ini merupakan suatu dukungan pemerintah melalui APBN dengan aloaksi Dana Desa, Selain itu, ada beberapa anggaran tambahan di Kementerian dan Lembaga (K/L). Insentif fiskal maupun nonfiskal juga dioptimalkan perannya dan lebih memudahkan.

Informasi yang dihimpun hutan mangrove di desa muara, kecamatan teluk naga, kabupaten Tangerang, yang dijadikan tempat wisata diduga dikelolah Suyatno mantan kepala desa muara terdahulu bahkan pengelola belum mendapatkan izin baik dari pihak perhutani maupun pihak BP2T kabupaten Tangerang. Tempat wisata mangrove tersebut diketahui mulai di bukan pada tahun 16 hingga sekarang tanpa mengantongi perizinan.
“Pemandangan pohon mangrove disini bagus pak, makanya banyak menghasilkan pundi-pundi rupiah yang di kelola perorangan pak, jadi yah….tempat wisata mangrove udah jadi ajang bisnis pak”, kata salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Kami mencoba konfirmasi melalui WhatsApp kepada Suyatno selaku pengelo, namun tidak ada jawaban atau memilih diam.

Kami mencoba menghubungi Kepala Desa Muara Mohamad Syarifudin, mengatakan desa tidak pernah mengeluarkan izin karena bukan kewenangan desa dan desa tidak pernah menerima retribusi dalam bentuk apapun dari pihak pengelola wisata mangrove baik perhutani maupun pihak perorangan, ujar kepala desa muara.

Hal ini dibenarkan oleh RATIH RAHMAWATI, selaku kepala Dispora (Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata) kabupaten Tangerang.
“Iya memang tempat wisata mangrove yang ada di desa muara dibuka tahun 2016 sedangkan mulai dibuat izin menggunakan jalur atau sistim OSS(online single submission) atau terdaftar secara online itu diberlakukan pada 2018 sesuai dengan peraturan pemerintah nomer 24 tahun 2018 tanggal 21 Juni tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, artinya saat pengelolaan wisata mangrove itu kalau dari tahun 2016 tentu sangat bertolak belakang dengan sistim pendaftaran perseroan terbata( PT) secara online tersebut”, jelasnya.

Senada, Imam Kabid BUPDAR Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Tangerang, Mengatakan “Atas nama Suyatno sudah ada perizinannya mendaftarkan perizinannya melalui OSS, Namun wewenang tentang perizinan ada di BP2T kabupaten Tangerang, bukan pihak pariwisata karena pariwisata tidak ada kewenangan untuk membuat perizinan, tapi untuk mengetahui lengkap perizinan kami akan turun langsung Minggu pekan depan ke hutan mangrove pesisir desa muara”, tegasnya.

Rusdianto selaku pengamat Publik juga ikut akat bicara terkait dengan hutan mangrove desa muara yang dijadikan ajang bisnis.
“Saya memilhat ini ada kelalaian dari pihak pemerintah daerah, di desa muara kan jelas ada pembangunan megaproyek pik 2 kalau itu tidak ada manfaatnya untuk masyarakat ataupun pengelola perorangan yang tidak mengantongi izin jelas ini sudah keluar dari regulasi undang-undang pariwisata, baik dinas pariwisata maupun perhutani harus mengambil sikap, agar pariwisata tersebut bisa dikelola dengan baik dan benar”, tandas Rusdiono yang juga jebolan S2 Hukum Universitas Indonesia (UI).

Nanti coba saya akan berkoordinasi dengan teman-teman di DPR RI agar ini harus di tangani dengan baik oleh pemerintah, jadi nggak asal-asalan aja, kalau memang itu benar Dikelola untuk kesejahteraan masyarakat, nggak masah tapi kalau nggak yah harus di tutup itu kewenangan ada di perhutani dan pariwisata, kalau soal perizinan itu semua ada di BP2T”, terangnya.

Tumbuhnya mangrove pesisir pantai desa muara, kecamatan teluk naga, kabupaten Tangerang, harusnya menjadi perhatian serius oleh pemerintah, Betapa tidak harusnya pemerintah bentuk kelompok tani dan fungsikan pemberdayaan masyarakat Setempat, untuk mengelola iakon wisata mangrove desa muara, selain memiliki nilai ekonomis yang dihasilkan oleh kelompok tani atau mendongkrak roda perekonomian masyarakat langsung, juga dapat mendorong perekonomian daerah melalui APBD, Entah kurangnya kontroling dari berbagai instansi terkait sehingga menjamurnya pengelola dadakan yang bekerja dengan oknum-oknum nakal yang tidak bertanggung jawab, atau kurangnya sosialisasi terkait dengan potensi pariwisata sampai pada tingkat bawah, namun apapun alasannya , kawasan ekosistem mangrove di desa muara merupakan kawasan mangrove yang menyimpan banyak potensi yang dapat bagi kegiatan wisata maupun ekowisata, sudah sepantasnya pemerintah mengimplementasikan kebijakan pemerintah untuk menjaga potensi sumberdaya ekosistem mangrove guna pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pendapat daerah. (Tim, Editor by [email protected]).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button